Hidup, Menghidupi. Bergerak, menggerakkan. Berjuang, Memperjuangkan.

PENGEMBARA

"Dengan ilmu hidup menjadi mudah Dengan seni hidup menjadi indah Dengan iman hidup menjadi terarah"

JUST MY STYLE

"Seorang pejuang sejati tidak pernah mengenal kata akhr dalam perjuangannya. ia tidak memmerlukan gemuruh tepuk tangan, tidak akan lemah karena cacian, dan tidak akan bangga dengan penghargaan"

PENCARI KEBENARAN

"Hati yang bersih akan peka terhadap ilmu apapun yang dilihat, didengar, dan dirasa akan selalu menjadi samudera ilmu yang membuat kita kian bijak, arif, tabah, dan tepat dalam menyikapi hidup ini"

BERFIKIR JAUH KE DEPAN

"Waktu sangat berharga, maka janganlah engkau habiskan kecuali untuk sesuatu yang berharga pula Hidup terlalu singkat untuk berpikir kecil, dan berbuat hal yang kecil-kecil"

MAHKOTA PUTRA HARAPAN

"Semakin cinta kepada dunia akan semakin takut kehilangan. Namun jika kita mencintai akherat dengan bekal dunia, niscaya kita tidak akan takut kehilangan"

Latest Posts

Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan, maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam, Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri orang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya pun akan mudah dirobohkan.
Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.
Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehingga dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang salah. Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya pun akan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali dengan akal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti kekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan keberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui keberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir, Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang didalamnya berisikan tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.
II.  Pembahasan
A.      Pengertian Akidah dan Ibadah
1.    Pengertian Akidah
Akidah secara bahasa artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Kata akidah berasal dari kata “al-‘aqdu” yang berarti; ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), al-tawassuq (menjadi kokoh, kuat), al-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), al-tamaasuk (pengokohan) dan al-isbaatu (penetapan). Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa al-aqdu juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan). 
Selanjutnya menurut DR. Kaelany HD, MA yang dimaksud Akidah dalam agama Islam  yaitu  suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh serta kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu kepercayaan, pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan penyembahan selain kepada Allah.
Akidah mempunyai kedudukan yang amat sangat penting dalam kehidupan beragama seorang muslim. Karena dasar benar atau salahnya amal ibadah serta keimanan seseorang adalah terletak pada benar salahnya akidah orang tersebut. Sehingga apabila akidah seseorang telah melenceng maka dapat dipastikan bahwa keimanannya pun lemah demikian pula dengan amal ibadahnya, kemungkinan besar salah.
Oleh karena itu maka wajar apabila para ulama sering mengibaratkan akidah dalam keislaman seseorang seperti pondasi pada suatu bangunan. Yang mana apabila pondasi bangunan tersebut kuat, maka bangunan tersebut dapat berdiri tegak dengan kokoh.
Demikian besarnya pengaruh dan peranan akidah dalam ajaran Islam. Maka wajar apabila dahulu pada awal penyebaran Islam Rasulullah SAW selama kurang lebih tiga belas tahun dakwahnya di Makkah hanya berkonsentrasi penuh pada masalah akidah.
2.    Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut terminologi, ibadah mempunyai beberapa definisi, namun masih dengan makna dan maksud yang sama. Beberapa definisi mengenai ibadah tersebut antara lain:
1)        Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-nya (ittiba’ nabi)
2)        Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah SWT, yaitu pada tingkatan tunduk yang paling tinggi (hudhu’) dengan disertai dengan rasa kecintaan yang paling tinggi (mahabbah).
3)        Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zahir maupun yang bathin.
  Dari beberapa pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa inti dari ibadah adalah melakukan suatu amal yang karena Allah semata. Ketika seorang hamba menjauhi sesuatu yang dilarang Allah maka hal tersebut dinyatakan sebagai ibadah. Ketika dia melaksanakan perintahnya itu pun adalah ibadah. Dan bahkan perbuatan yang tidak ada perintah ataupun larangan tentangnya apabila dilaksanakan dengan niat untuk mencari keridhaan dan dengan dasar kecintaannya kepada Allah, yang demikian ini pun dinilai sebagai ibadah.
Ibadah terlebih ibadah yang bersifat mahdhah tidak boleh dilakukan dengan sembarang menurut pemahaman diri kita sendiri, namun harus sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Dalam kitab Syarh Akidah Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas berkata bahwa ibadah dinyatakan benar apabila telah memenuhi dua syarat, yakni; Ikhlas karena Allah semata dan Ittiba’ nabi (sesuai dengan tuntunan nabi).
Beliau juga mengatakan bahwa ibadah seseorang muslim hendaknya berlandaskan pada tiga pilar, yaitu; hubbullah (cinta), khauf billah (takut) dan raja’ ilallah (harapan).
Rasa cinta (hubb) harus diikuti dengan rasa rendah diri (hudhu’), sedangkan khauf harus diiringi dengan raja’. Hal ini karena menurut sebagian salaf bahwa barang siapa yang beribadah hanya karena rasa cinta saja maka dia adalah zindiq, sedangkan orang yang beribadah hanya karena raja’ saja maka di adalah termasuk golongan murji’ah.  
3.    Iman Sebagai Dasar Amal Ibadah
Di dalam agama Islam, suatu amal ibadah dinyatakan sah apabila diikuti dengan niat yang benar. Niat suatu amal ibadah dinyatakan telah benar apabila landasan dan tujuannya adalah karena Allah SWT semata dan ittiba’ rasul SAW. Niat yang demikian ini tidaklah dapat direalisasikan tanpa adanya keimanan di dalam diri pelakunya. Sehingga dapat dipastikan bahwa amal ibadah orang-orang yang tidak beriman baik karena kafir maupun yang rusak keimanannya karena syirik, tidak akan diterima.
Berkaitan dengan persoalan di atas, terdapat sepotong ayat pada surat al-Taubah yang sedikit kurang menyinggung mengenai hal tersebut;
“Maka apakah orang-orang yang membangun bangunan (masjid) atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-Nya adalah lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh , lalu (bangunan) tersebut roboh bersama dia ke dalam neraka jahannam.” (QS. At Taubah :109)
Syaikh As Sa’diy memberikan penjelasan dalam tafsirnya mengenai ayat tersebut, “Maksud dari membangun bangunan (amal ibadah) atas dasar taqwa adalah ‘atas dasar niat yang sholeh dan keikhlasan kepada Allah."
Kemudian dibagian lain dalam kitab karangannya Taisir Karimirrahman, beliau juga menjelaskan bahwa  “Sesungguhnya iman merupakan syarat sah dan diterimanya amal sholeh. Dan sebuah amal tidaklah dikatakan sebagai amal yang sholeh melainkan jika didasari dengan iman.
Sedangkan menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengenai penafsiran ayat diatas dalam kitab Al-fawaid miliknya adalah sebagai berikut: “Barangsiapa yang hendak meninggikan bangunannya, maka hendaklah dia mengokohkan pondasinya dan memberikan perhatian penuh terhadapnya. Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang bisa dia bangun adalah sebanding dengan kekuatan pondasi yang dia buat. Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya adalah iman”
Kemudian beliau melanjutkan, “Adapun pondasi tersebut mencakup dua perkara : Pertama adalah pengenalan yang baik seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla, seluruh perintah-Nya, nama dan kepada sifat-sifat-Nya yang mulia, dan yang kedua adalah ketundukan yang sempurna kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”
4.                   Tauhid Sebagai Fitrah Manusia
Tauhid merupakan fitrah pada diri manusia, yang mana Allah SWT telah menciptakan dalam diri mereka tendensi natural (kecenderungan alamiah) untuk mengikuti fitrah tersebut.
Rosulullah SAW. bersabda,
"Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitrah, kemudian kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nashroni atau Majusi" (HR.Al-Bukhori)
Fitrah secara bahasa berasal dari kata fa-ta-ra, yang mempunyai banyak arti. Beberapa yang sering kita dengan antara lain; sifat dasar/natural, watak/karakter, penciptaan, ciptaan, agama, alami, insting dan primitif.
Fitrah” yang terdapat pada lafaz hadis diatas, menurut sebagian besar ulama mengartikan bahwa yang dimaksud dengan “fitrah” yakni berkeyakinan tauhid (Islam). Sehingga dengan “fitrah”-nya tersebut manusia cenderung akan berusaha mencari petunjuk dan bukti untuk menguatkan keyakinannya akan ketauhidan Tuhannya.
Namun, menurut sebagian ulama lainnya bahwa justru yang dimaksud dengan “fitrah” yaitu sifat dasar manusia untuk berfikir dan menganalisa (akal fikiran manusia). Sehingga dengan akal fikiran tersebut mereka dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, dapat menganalisa sebab akibat dari suatu masalah, dapat mempelajari tanda kekuasaan Allah SWT yang terlihat olehnya, dan dapat merenungkan tujuan dirinya diciptakan di dunia. Sehingga dengan akal fikiran tersebutlah manusia dapat menyimpulkan akan keberadaan serta ketauhidan Tuhan.
Berkaitan dengan hadis diatas, di dalam Al-Qur’an pun telah dijelaskan mengenai fitrah manusia yang dengannya setiap manusia memiliki kecenderungan natural untuk mentauhidkan Allah SWT, seperti halnya yang terdapat dalam surat al-Ruum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Yang demikian itulah merupakan agama yang benar, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya" (Ar-Ruum:30)
Ayat diatas menjelaskan bahwasanya tujuan manusia diciptakan tidak lain karena fitrah Allah, yang mana dapat kita ketahui bahwa fitrah Allah adalah sebagai Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pemilik semesta Alam. Sehingga jika tujuan penciptaan manusia adalah karena fitrah Allah tersebut, maka tujuannya adalah tidak lain untuk menyembah-Nya semata. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut Allah secara langsung menyeru kepada manusia untuk kembali kepada Agama yang lurus yakni Islam. Namun demikian sebagaimana yang dinyatakan didalam ayat tersebut, banyak orang yang tidak tahu ataupun tidak mau tahu dengan agama Allah tersebut.
Manusia selanjutnya ada yang mendapat petunjuknya sehingga dapat meniti jalan yang benar. namun banyak pula yang gagal dan tersesat pada ajaran-ajaran lain yang membawanya ke dalam kekufuran. Hal ini dikarenakan ada hambanya yang mau memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya serta mau membuka hatinya untuk menerima kekuasaan-Nya sehingga akhirnya dia menemukan siapakah Tuhannya dan apakah tujuan penciptaan dirinya. Namun banyak pula yang tak acuh sehingga akalnya tidak ia gunakan untuk mencari-cari serta mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, sehingga wajar apabila selanjutnya dia masuk kedalam pemahaman yang keliru ataupun kekufuran.
Mengenai hal tersebut Allah Azza wa Jalla sebenarnya telah memberitahukan dalam Al-Qur’an:
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (al-Syams 7-8)
Dan disurat lain:
“Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (al-Insaan 3)

III.    Kesimpulan
Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang tersebut pun akan kuat pula.
Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.
Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah, menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.

Leave a Reply